Yakin
Kepada Kalimat Thayyibah “laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah”
Menafikkan seluruh kekuatan makhluk, bahwa makhluk tidak memberi
manfaat dan mudharat tanpa izin Allah Subhana Wa Ta’ala. Menetapkan dan
meyakini bahwa hanya Allah Subhana Wa Ta’ala yang mengurus dan mengatur semua
makhluk dan segala sifat-sifatnya (rububiyyah).
Seluruh suasana dan keadaan yang telah terjadi, sedang dan akan
terjadi semuanya dari Allah Subhana Wa Ta’ala. Beriman pada hari pembalasan,
bahwa perjalanan ini sedang menuju akhirat, sejak lahir di dunia kita sedang
berjalam ke akhirat. Orang yang paham dengan kehidupan ini, ia tidak tertarik
lagi dengan dunia ini, sebab ia yakin bahwa semua yang Allah Subhana Wa Ta’ala
Berikan akan dihisab. Hal itu mendorong seseorang untuk menaati seluruh
perintah dengan membuktikan keimanannya dengan beramal shalih. Sebagaimana
yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam dan menjauhi
larangan-Nya tanpa terkesan oleh suasana dan keadaan. Hanya kepada Allahlah
kita meminta dan memohon perlindungan, seandainya Dia tidak menjanjikan jannah
atau neraka sekalipun, kita tetap menyembahnya, bahwa tiada yang patut
diibadahi kecuali Allah Subhana Wa Ta’ala (uluhiyyah).
Allah Subhana Wa Ta’ala adalah al
Khaliq, yang menciptakan alam semesta beserta seluruh isinya. Allah al malik, yang menguasai seluruh
makhluk-Nya. Allah ar Raziq, yang
memelihara dan memenuhi seluruh kebutuhan makhluknya. Allah Subhana Wa Ta’ala
memiliki Khazanah (gudang kekayaan)
yang tidak terbatas. Seseorang tidak akan dimatikan oleh Allah Subhana Wa
Ta’ala sebelum rezekinya yang telah ditentukan oleh Allah Subhana Wa Ta’ala
untuknya di dunia telah habis (Asma Wa As
Shifat).
Allah Subhana Wa Ta’ala yang menciptakan dan menguasai sifat-sifat
pada makhluk baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa.untuk dapat
memperlihatkan sifa-sifatnya, makhluk butuh perintah Allah Subhana Wa ta’ala
bahkan untuk matipun butuh perintah Allah.
Untuk dapat melakukan suatu amal manusia juga butuh perintah Allah Subhana Wa Ta’ala yang terdiri dari faridhah (kewajiban), fadhilah (keutamaan), dan ma’shiyah (pelanggaran).
Untuk dapat melakukan suatu amal manusia juga butuh perintah Allah Subhana Wa Ta’ala yang terdiri dari faridhah (kewajiban), fadhilah (keutamaan), dan ma’shiyah (pelanggaran).
Faridhah adalah perintah dan
kehendak Allah Subhana Wa Ta’ala, kasih sayang dan ridha-Nya, qadha dan qadar-Nya,
penciptaan dan hikmah-Nya, ilmu dan taufiknya, serta tulisan di Lauh Mahfuz.
Fadhilah bukan perintah
Allah Subhana Wa Ta’ala akan tetapi kehendak-Nya, kasih sayang dan ridha-Nya,
sesuatu hal yang sesuai dengan qadha dan qadar-Nya, penciptaan dan hikmah-Nya,
ilmu dan taufik-Nya, serta tulisan di Lauh
Mahfuz.
Ma’shiyah bukan perintah
Allah Subhana Wa Ta’ala dan bukan kasih sayang-Nya, akan tetapi kehendak-Nya,
maksiat adalah qadha-Nya tetapi bukan ridha-Nya, takdirnya tetapi bukan
taufik-Nya, penelantaran-Nya bukan pertolongan-Nya, namun itu termasuk ilmu-Nya,
serta tulisan di Lauh Mahfuz.
Allah Subhana Wa Ta’ala menciptakan seluruh suasana dan keadaan dengan
qudrat dan iradah-Nya dalam dunia ini sebagai asbab. Sebab Qudratullah
terlalu dahsyat bila langsung ditampakkan pada manusia, sebagaimana Musa Alaihi
Sallam tak sanggup memandang Qudratullah
ketika dinampakkan pada sebuah gunung , seketika gunung itu hancur dan Musa
Alaihi Sallam pun pingsan, tak sadarkan diri. Suatu saat dunia ini akan
dihancurkan oleh Allah Subhana Wa Ta’ala melalui asbab kiamat, meskipun
demikian, kita tidak boleh yakin pada asbab.
Untuk beramal dan memahami hal ini perlu sifat iman. Ketika hujan
turun adalah ujian iman. Jika beranggapan bahwa hujan terjadi karena musim,
berarti gagal dalam ujian iman. Hujan ini turun karena Qudratullah.
Langit yang sangat tinggi bisa tegak tanpa tiang dan tidak ambruk
karena disanggah oleh Qudratullah. Sinar matahari juga bukan berasal dari
matahari itu sendiri, tetapi berasal dari Qudratullah,
....هُوَالَّذِىْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَآءً وَّاْلقَمَرَ نُوْرًا
Huwalladziy ja’alasy syamsa dhiyaaa
aw wal qomaro nuwran ....
“Dialah yang menjadikan matahari
bersinar dan bulan bercahaya...” (Qs. Yunus : 5)
Apabila kita memahami sifat-sifat Allah Subhana Wa Ta’ala bahwa Dia
serba maha, maka akan benar sikap kita. Akan ridha pada setiap keputusan Allah Subhana
Wa Ta’ala meskipun diberi kesusahan dan kemiskinan tetap merasa ridha.
Dunia ini sebagai Darul Asbab
(tempatnya sebab akibat) sedangkan bagi orang beriman, dunia adalah Darul Imtihan (tempat ujian). Asbab itu
antara lain :
1. Asbab Zhulumat
Sesuatu yang belum pasti akibat atau hasilnya Allah Subhana Wa Ta’ala
menciptakan asbab perdagangan, pertanian dan sebagainya. Namun tidak semua
orang yang melakukan usaha pertanian dan perdagangan berhasil atau beruntung.
Petani terkadang berhasil panen dan bisa gagal, pedagang kadangkala mendapat
keuntungan tetapi kadang kala juga rugi.
2. Asbab Fithrah
Suatu ketetapan Allah Subhana Wa Ta’ala pada alam ini atau sunnatullah
yang terkadang berubah dengan sesuai kehendak-Nya. Allah Subhana Wa Ta’ala
telah menetapkan sifat panas pada api untuk membakar, sifat menenggelamkan pada
air, sifat tajam pada pisau yang memotong, dan sebagainya. Akan tetapi sifat
itu dapat diubah sekehendak hati oleh Allah Subhana Wa Ta’ala . sebagaimana
Allah Subhana Wa Ta’ala mengubah sifat Panas pada Api menjdi dingin pada
Ibrahim Alaihi Sallam, air yang sifatnya menenggelamkan bagi Fir’aun tetapi menjadi jalan bagi Musa Alaihi Sallam,
dan sifat pisau yang memotong tidak dapat melukai leher Ismail Alaihi Sallam
ketika akan dikurbankan oleh Ibrahim Alaihi Sallam.
3. Asbab Mutlaq
Suatu ketetapan Allah Subhana Wa ta’ala yang pasti akibat dan hasilnya
serta tidak akan berubah selamanya. Allah Subhana Wa Ta’ala telah menetapkan
bahwa siapa saja yang beriman dengan sebenarnya kepada Allah Subhana Wa Ta’ala
dan beramal shalih, maka pasti Allah Subhana Wa Ta’ala Akan memberikannya
ketentraman hidup di dunia dan akan memasukkannya kedalam jannah, dan siapa
saja yang kufur dan durhaka kepada Allah Subhana Wa Ta’ala maka pasti ia akan
mendapatkan kehinaan dan dimasukkan kedalam neraka jahannam.
Untuk mendapatkan kejayaan di dunia dan di akhirat, Allah Subhana Wa
Ta’ala memberikan perantara kepada manusia berupa mata, telinga, mulut, tangan,
kaki dan lainnya agar semua itu digunakan sesuai dengan cara Nabi Shallallahu
Alaihi Wa Sallam. Kebahagian manusia bukan berada pada harta benda, jabatan,
kerajaan dan sebagainya. Seandainya kebahagiaan ada pada kekuasaan, maka rakyat
jelata akan hina, seandainya kebahagiaan ada pada harta kekayaan, maka semua orang
miskin akan hina.
Sungguh Allah Subhana Wa Ta’ala maha adil, untuk mendapatkan
kebahagiaan itu Allah Subhana Wa Ta’ala memberi sarana yang sama pada manusia
yaitu akal dan panca indra. Siapa saja yang menggunakan akal dan panca indranya
sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan memperoleh kebahagian
selama-lamanya.
Kebahagiaan adalah terwujudnya seluruh keinginan hati. Namun tidak
seorangpun yang bisa memenuhi apa saja keinginan hatinya, maka hanya Allah
Subhana Wa Ta’ala yang mampu memenuhi keinginan hati manusia. Maka siapa saja
yang menghendaki agar keinginannya tercapai, maka taatilah keinginan
(perintah-perintah) Allah Subhana Wa Ta’ala.
Am lil ingsaani maa tamannaa 0
falillaahil aakhirotu wal uwlaa 0
“Atau apakah manusia akan
mendapat segala yang dicita-citakannya? (tidak!) Maka milik Allahlah kehidupan akhirat
dan kehidupan dunia“ (Qs. An Najm : 24-25)
Perdagangan bukanlah asbab kejayaan, tetapi menghidupkan sunnah
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam dalam perdagangan itulah asbab
kejayaan. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda,
اَلتَّاجِرُالصَّدُوْقُ اْلَامِيْنُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ والشُّهَدَاءِ
Attaajirush shoduwqul amiinu
ma’annabiyyiyna washshiddiyqiyna wasysyuhada
“Pedagang yang jujur dan amanah
akan bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada“ (Hr. Tirmidzi)
Allah Subhana wa Ta’ala telah memberikan cara kehidupan yang dapat
membedakan kehidupan manusia dengan binatang, yaitu cara hidup Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Orang yang menjalani kehidupannya sesuai tertib
kehidupan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, maka keburukannya akan
diganti dengan kebaikan.
Qul ingkungtum tuhibbuwnaallaaha
fattabi’uwnii yuhbib kumullahu wayaghfirlakum dzunuwbakum
“Katakanlah (Wahai Muhammad)!
Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah Aku, Niscaya Allah akan mencintai
kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian“ (Qs. Ali Imran : 31)
Syarat untuk mencintai Allah Subhana Wa Ta’ala ialah mengikuti sunnah
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Sejauh mana mengikuti sunnah
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, maka sejauh itu pula ia akan
memperoleh kesuksesan dan kebahagiaan.
Dari Anas Radhiallahu Anhu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam
bersabda,
مَنْ اَحْيَاسُنَّتِىْ فَقَدْاَحَبَّنِى وَمَنْ اَحَبَّنِىْ كَانَ مَعِىْ فِى اْلجَنَّةِ
Man ahyaa sunnatiy faqad ahabbaniy wa man ahabbaniy kaana ma’iy fil jannah
“Barang siapa yang menghidupka
sunnahku, berarti dia cinta kepadaku, dan barangsiapa yang cinta kepadaku, maka
ia akan bersamaku di dalam jannah“ (Hr. As Sajzi)
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda,
كُلُّ اُمَّتِيْ يَدْخُلُ اْلجَنَّةَ اِلَّا مَنْ اَبَى,قَالُوْاوَمَنْ يَأْبَى يَارَسُوْلَاللهِ؟ قَالَ; مَنْ اَطَاعَنِىْ دَخَلَ اْلجَنَّةَ ومَنْ عَصَانِىْ فَقَدْاَبَى
Kullu ummatiy yad khulul jannata
illaa man abaa, qoluw wamay ya baa yaa
rasulallaah? Qoola; man a thoo anii da kholal jannata wa man ‘ashoonii faqad
abaa
“Semua umatku akan masuk jannah,
kecuali yang enggan (tidak mau). Para sahabat bertanya, “siapa yang enggan itu,
ya Rasulullah ?” Rasulullah bersabda, “siapa yang taat padaku, maka ia akan
masuk jannah, dan siapa yang ingkar (tidak taat) padaku, maka sesungguhnya
dialah yang enggan (masuk jannah). “ (Hr. Bukhari)
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Tidak sempurna iman seseorang diantara kamu
sehingga ia lebih mencintai aku daripada keluarganya, hartanya dan seluruh
manusia.” (Hr. Muslim dan Nasa’i)
مَنْ تَمَسَّكُ بِسُنَّتِىْ عِنْدَفَسَادِاُمَّتِىْ فَلَهُ اَجْرُمِا ئَةِ شَهِيْدٍ
Mang tamassaku bi sunnatiy ingda
fasaadi ummatiy falahu ajru mii ati syahid
“Orang yang berpegang teguh
dengan sunnahku (secara keseluruhan) pada zaman yang telah rusak, maka ia akan
mendapatkan pahala seratus mati syahid“ (Hr. Baihaqi)
Seseorang tidak dikatakan beriman sehingga ia lebih mendahulukan
keinginan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam daripada keinginan hawa
nafsunya sendiri meskipun melakukan niat baik, tapi sistem dan syariatnya tidak
sesuai dengan cara Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam maka seluruh amal jelas batil dan tertolak.
Man ‘amila ‘amalal laysa ‘alaihi amrunaa fahuwa rad
“Barang siapa yang melakukan
amal yang tidak sesuai dengan syariat kami, maka amalnya ditolak“ (Hr. Muslim)
Cara untuk mendapatkan sifat ini adalah dengan berusaha mengamalkan
sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam secara keseluruhan dalam kehidupan
sehari-hari selama 24 jam yang terdiri dari :
1. Shurah : bentuk rupa atau penampilan zhahir Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wa Sallam.
2. Sirah : perjalanan hidup Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam.
3. Sarirah : pikir dan kerisauan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam.
0 Comments:
Post a Comment