Jumat, 04 April 2014

1. Yakin Kepada Kalimat Thayyibah “laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah”


Yakin Kepada Kalimat Thayyibah “laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah”

Menafikkan seluruh kekuatan makhluk, bahwa makhluk tidak memberi manfaat dan mudharat tanpa izin Allah Subhana Wa Ta’ala. Menetapkan dan meyakini bahwa hanya Allah Subhana Wa Ta’ala yang mengurus dan mengatur semua makhluk dan segala sifat-sifatnya (rububiyyah).

Seluruh suasana dan keadaan yang telah terjadi, sedang dan akan terjadi semuanya dari Allah Subhana Wa Ta’ala. Beriman pada hari pembalasan, bahwa perjalanan ini sedang menuju akhirat, sejak lahir di dunia kita sedang berjalam ke akhirat. Orang yang paham dengan kehidupan ini, ia tidak tertarik lagi dengan dunia ini, sebab ia yakin bahwa semua yang Allah Subhana Wa Ta’ala Berikan akan dihisab. Hal itu mendorong seseorang untuk menaati seluruh perintah dengan membuktikan keimanannya dengan beramal shalih. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam dan menjauhi larangan-Nya tanpa terkesan oleh suasana dan keadaan. Hanya kepada Allahlah kita meminta dan memohon perlindungan, seandainya Dia tidak menjanjikan jannah atau neraka sekalipun, kita tetap menyembahnya, bahwa tiada yang patut diibadahi kecuali Allah Subhana Wa Ta’ala (uluhiyyah).

Allah Subhana Wa Ta’ala adalah al Khaliq, yang menciptakan alam semesta beserta seluruh isinya. Allah al malik, yang menguasai seluruh makhluk-Nya. Allah ar Raziq, yang memelihara dan memenuhi seluruh kebutuhan makhluknya. Allah Subhana Wa Ta’ala memiliki Khazanah (gudang kekayaan) yang tidak terbatas. Seseorang tidak akan dimatikan oleh Allah Subhana Wa Ta’ala sebelum rezekinya yang telah ditentukan oleh Allah Subhana Wa Ta’ala untuknya di dunia telah habis (Asma Wa As Shifat).

Allah Subhana Wa Ta’ala yang menciptakan dan menguasai sifat-sifat pada makhluk baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa.untuk dapat memperlihatkan sifa-sifatnya, makhluk butuh perintah Allah Subhana Wa ta’ala bahkan untuk matipun butuh perintah Allah. 



Untuk dapat melakukan suatu amal manusia juga butuh perintah Allah Subhana Wa Ta’ala yang terdiri dari faridhah (kewajiban), fadhilah (keutamaan), dan ma’shiyah (pelanggaran).

Faridhah adalah perintah dan kehendak Allah Subhana Wa Ta’ala, kasih sayang dan ridha-Nya, qadha dan qadar-Nya, penciptaan dan hikmah-Nya, ilmu dan taufiknya, serta tulisan di Lauh Mahfuz.

Fadhilah bukan perintah Allah Subhana Wa Ta’ala akan tetapi kehendak-Nya, kasih sayang dan ridha-Nya, sesuatu hal yang sesuai dengan qadha dan qadar-Nya, penciptaan dan hikmah-Nya, ilmu dan taufik-Nya, serta tulisan di Lauh Mahfuz.

Ma’shiyah bukan perintah Allah Subhana Wa Ta’ala dan bukan kasih sayang-Nya, akan tetapi kehendak-Nya, maksiat adalah qadha-Nya tetapi bukan ridha-Nya, takdirnya tetapi bukan taufik-Nya, penelantaran-Nya bukan pertolongan-Nya, namun itu termasuk ilmu-Nya, serta tulisan di Lauh Mahfuz.

Allah Subhana Wa Ta’ala menciptakan seluruh suasana dan keadaan dengan qudrat dan iradah-Nya dalam dunia ini sebagai asbab. Sebab Qudratullah terlalu dahsyat bila langsung ditampakkan pada manusia, sebagaimana Musa Alaihi Sallam tak sanggup memandang Qudratullah ketika dinampakkan pada sebuah gunung , seketika gunung itu hancur dan Musa Alaihi Sallam pun pingsan, tak sadarkan diri. Suatu saat dunia ini akan dihancurkan oleh Allah Subhana Wa Ta’ala melalui asbab kiamat, meskipun demikian, kita tidak boleh yakin pada asbab.

Untuk beramal dan memahami hal ini perlu sifat iman. Ketika hujan turun adalah ujian iman. Jika beranggapan bahwa hujan terjadi karena musim, berarti gagal dalam ujian iman. Hujan ini turun karena Qudratullah.

Langit yang sangat tinggi bisa tegak tanpa tiang dan tidak ambruk karena disanggah oleh Qudratullah. Sinar matahari juga bukan berasal dari matahari itu sendiri, tetapi berasal dari Qudratullah,

....هُوَالَّذِىْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَآءً وَّاْلقَمَرَ نُوْرًا
Huwalladziy ja’alasy syamsa dhiyaaa aw wal qomaro nuwran ....
“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya...” (Qs. Yunus : 5)

Apabila kita memahami sifat-sifat Allah Subhana Wa Ta’ala bahwa Dia serba maha, maka akan benar sikap kita. Akan ridha pada setiap keputusan Allah Subhana Wa Ta’ala meskipun diberi kesusahan dan kemiskinan tetap merasa ridha.

Dunia ini sebagai Darul Asbab (tempatnya sebab akibat) sedangkan bagi orang beriman, dunia adalah Darul Imtihan (tempat ujian). Asbab itu antara lain :

1. Asbab Zhulumat
Sesuatu yang belum pasti akibat atau hasilnya Allah Subhana Wa Ta’ala menciptakan asbab perdagangan, pertanian dan sebagainya. Namun tidak semua orang yang melakukan usaha pertanian dan perdagangan berhasil atau beruntung. Petani terkadang berhasil panen dan bisa gagal, pedagang kadangkala mendapat keuntungan tetapi kadang kala juga rugi.

2. Asbab Fithrah
Suatu ketetapan Allah Subhana Wa Ta’ala pada alam ini atau sunnatullah yang terkadang berubah dengan sesuai kehendak-Nya. Allah Subhana Wa Ta’ala telah menetapkan sifat panas pada api untuk membakar, sifat menenggelamkan pada air, sifat tajam pada pisau yang memotong, dan sebagainya. Akan tetapi sifat itu dapat diubah sekehendak hati oleh Allah Subhana Wa Ta’ala . sebagaimana Allah Subhana Wa Ta’ala mengubah sifat Panas pada Api menjdi dingin pada Ibrahim Alaihi Sallam, air yang sifatnya menenggelamkan bagi Fir’aun  tetapi menjadi jalan bagi Musa Alaihi Sallam, dan sifat pisau yang memotong tidak dapat melukai leher Ismail Alaihi Sallam ketika akan dikurbankan oleh Ibrahim Alaihi Sallam.

3. Asbab Mutlaq
Suatu ketetapan Allah Subhana Wa ta’ala yang pasti akibat dan hasilnya serta tidak akan berubah selamanya. Allah Subhana Wa Ta’ala telah menetapkan bahwa siapa saja yang beriman dengan sebenarnya kepada Allah Subhana Wa Ta’ala dan beramal shalih, maka pasti Allah Subhana Wa Ta’ala Akan memberikannya ketentraman hidup di dunia dan akan memasukkannya kedalam jannah, dan siapa saja yang kufur dan durhaka kepada Allah Subhana Wa Ta’ala maka pasti ia akan mendapatkan kehinaan dan dimasukkan kedalam neraka jahannam.

Untuk mendapatkan kejayaan di dunia dan di akhirat, Allah Subhana Wa Ta’ala memberikan perantara kepada manusia berupa mata, telinga, mulut, tangan, kaki dan lainnya agar semua itu digunakan sesuai dengan cara Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Kebahagian manusia bukan berada pada harta benda, jabatan, kerajaan dan sebagainya. Seandainya kebahagiaan ada pada kekuasaan, maka rakyat jelata akan hina, seandainya kebahagiaan ada pada harta kekayaan, maka semua orang miskin akan hina.

Sungguh Allah Subhana Wa Ta’ala maha adil, untuk mendapatkan kebahagiaan itu Allah Subhana Wa Ta’ala memberi sarana yang sama pada manusia yaitu akal dan panca indra. Siapa saja yang menggunakan akal dan panca indranya sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan memperoleh kebahagian selama-lamanya.

Kebahagiaan adalah terwujudnya seluruh keinginan hati. Namun tidak seorangpun yang bisa memenuhi apa saja keinginan hatinya, maka hanya Allah Subhana Wa Ta’ala yang mampu memenuhi keinginan hati manusia. Maka siapa saja yang menghendaki agar keinginannya tercapai, maka taatilah keinginan (perintah-perintah) Allah Subhana Wa Ta’ala.

اَمْ لِلْاِ نْسَانِ مَاتَمَنَّ٥ فَلِلَّهِ اْلاَخِرَةُ وَاْلُا وْلَى٥
Am lil ingsaani maa tamannaa 0 falillaahil aakhirotu wal uwlaa 0
“Atau apakah manusia akan mendapat segala yang dicita-citakannya? (tidak!) Maka milik Allahlah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia“ (Qs. An Najm : 24-25)

Perdagangan bukanlah asbab kejayaan, tetapi menghidupkan sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam dalam perdagangan itulah asbab kejayaan. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda,

اَلتَّاجِرُالصَّدُوْقُ اْلَامِيْنُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ والشُّهَدَاءِ
Attaajirush shoduwqul amiinu ma’annabiyyiyna washshiddiyqiyna wasysyuhada
“Pedagang yang jujur dan amanah akan bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada“ (Hr. Tirmidzi)

Allah Subhana wa Ta’ala telah memberikan cara kehidupan yang dapat membedakan kehidupan manusia dengan binatang, yaitu cara hidup Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Orang yang menjalani kehidupannya sesuai tertib kehidupan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, maka keburukannya akan diganti dengan kebaikan.

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِى يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ
Qul ingkungtum tuhibbuwnaallaaha fattabi’uwnii yuhbib kumullahu wayaghfirlakum dzunuwbakum
“Katakanlah (Wahai Muhammad)! Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah Aku, Niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian“ (Qs. Ali Imran : 31)

Syarat untuk mencintai Allah Subhana Wa Ta’ala ialah mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Sejauh mana mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, maka sejauh itu pula ia akan memperoleh kesuksesan dan kebahagiaan.

Dari Anas Radhiallahu Anhu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda,

مَنْ اَحْيَاسُنَّتِىْ فَقَدْاَحَبَّنِى وَمَنْ اَحَبَّنِىْ كَانَ مَعِىْ فِى اْلجَنَّةِ
Man ahyaa sunnatiy faqad ahabbaniy wa man ahabbaniy kaana ma’iy fil jannah
“Barang siapa yang menghidupka sunnahku, berarti dia cinta kepadaku, dan barangsiapa yang cinta kepadaku, maka ia akan bersamaku di dalam jannah“ (Hr. As Sajzi)

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda,

كُلُّ اُمَّتِيْ يَدْخُلُ اْلجَنَّةَ اِلَّا مَنْ اَبَى,قَالُوْاوَمَنْ يَأْبَى يَارَسُوْلَاللهِ؟ قَالَ; مَنْ اَطَاعَنِىْ دَخَلَ اْلجَنَّةَ ومَنْ عَصَانِىْ فَقَدْاَبَى
Kullu ummatiy yad khulul jannata illaa man abaa,  qoluw wamay ya baa yaa rasulallaah? Qoola; man a thoo anii da kholal jannata wa man ‘ashoonii faqad abaa
“Semua umatku akan masuk jannah, kecuali yang enggan (tidak mau). Para sahabat bertanya, “siapa yang enggan itu, ya Rasulullah ?” Rasulullah bersabda, “siapa yang taat padaku, maka ia akan masuk jannah, dan siapa yang ingkar (tidak taat) padaku, maka sesungguhnya dialah yang enggan (masuk jannah). “ (Hr. Bukhari)

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Tidak sempurna iman seseorang diantara kamu sehingga ia lebih mencintai aku daripada keluarganya, hartanya dan seluruh manusia.” (Hr. Muslim dan Nasa’i)

مَنْ تَمَسَّكُ بِسُنَّتِىْ عِنْدَفَسَادِاُمَّتِىْ فَلَهُ اَجْرُمِا ئَةِ شَهِيْدٍ
Mang tamassaku bi sunnatiy ingda fasaadi ummatiy falahu ajru mii ati syahid
“Orang yang berpegang teguh dengan sunnahku (secara keseluruhan) pada zaman yang telah rusak, maka ia akan mendapatkan pahala seratus mati syahid“ (Hr. Baihaqi)

Seseorang tidak dikatakan beriman sehingga ia lebih mendahulukan keinginan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam daripada keinginan hawa nafsunya sendiri meskipun melakukan niat baik, tapi sistem dan syariatnya tidak sesuai dengan cara Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam maka seluruh amal jelas batil dan tertolak.

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ اَمْرُنَافَهُوَرَدٌّ 
Man ‘amila  ‘amalal laysa ‘alaihi amrunaa fahuwa rad
“Barang siapa yang melakukan amal yang tidak sesuai dengan syariat kami, maka amalnya ditolak“ (Hr. Muslim)

Cara untuk mendapatkan sifat ini adalah dengan berusaha mengamalkan sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam secara keseluruhan dalam kehidupan sehari-hari selama 24 jam yang terdiri dari :

1. Shurah : bentuk rupa atau penampilan zhahir Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam.
2. Sirah : perjalanan hidup Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam.
3. Sarirah : pikir dan kerisauan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam.

0 Comments: